Sabtu, 24 Desember 2011

ANALISIS PUISI


TEORI SASTRA
ANALISIS UNSUR INTRINSIK PUISI 



Di susun oleh             :
  1. Fipin Sapriani            (06101002009)
  2. Tiara Ramadhan       (06101002011)
  3. Oldy Bagja Lestari    (06101002012)
  4. Rini Riwanti              (06101002015)
  5. Mariska Septria         (06101002022)
  6. Annisa Ilmi                (06101002027)
Mata kuliah               :           Teori Sastra
Dosen Pengasuh        :
Dra. Hj. Latifah, M.Hum.

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011/2012


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang. Segala puji bagi Allah penguasa semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada rasul yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam, nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, berkat rahmat dan inayah Allah SWT, kami sangat bersyukur kepada Allah SWT karena kami dapat menyelesaikan makalah untuk pemenuhan tugas mata kuliah teori sastra yang diasuh oleh ibu Dra. Hj. Latifah, M.Hum selaku dosen pengasuh dalam mata kuliah teori sastra.
Masih banyak sekali kekurangan dalam makalah ini, kritik, dan saran dari pembaca sangat diterima, semoga dapat menjadi bacaan yang bermanfaat bagi pembacanya, kami selaku penyusun mohon maaf apabila ada kesalahan dalam tulisan ini, kepada Allah kami mohon ampun.


                                                                                    Indralaya, November 2011



                                                                                    Penyusun









ANALISIS PUISI

1.      Analisis Puisi ‘Afrika Selatan’ Karya Subagio Sastrowardjojo

AFRIKA SELATAN

Oleh :
Subagio Sartrowardjojo

Kristos pengasih putih wajah.
--kulihat dalam buku injil bergambar
dan arca-arca gereja dari marmer--
Orang putih bersorak: “Hosanah!”
Dan ramai berarak ke sorga

Tapi kulitku hitam.
Dan sorga bukan tempatku berdiam.
bumi hitam
iblis hitam
dosa hitam
Karena itu:
aku bumi lata
aku iblis laknat
aku dosa melekat
aku sampah di tengah jalan.

Mereka membuat rel dan sepur
hotel dan kapal terbang
Mereka membuat sekolah dan kantorpos
gereja dan restoran.

Tapi tidak buatku.
Tidak buatku.

Diamku di batu-batu pinggir kota
di gubug-gubug penuh nyamuk
di rawa-rawa berasap.

Mereka boleh memburu
Mereka boleh membakar
Mereka boleh menembak

Tetapi isteriku terus berbiak
seperti rumput di pekarangan mereka
seperti lumut di tembok mereka
seperti cendawan di roti mereka.
Sebab bumi hitam milik kami
Tambang intan milik kami.
Gunung natal milik kami.

Mereka boleh membunuh.
Mereka boleh membunuh.
Mereka boleh membunuh.
Sebab mereka kulit putih
dan kristos pengasih putih wajah.

(Simfoni Dua, 1990: 31)

·         Analisis Unsur Intrinsik

a.      Diksi

Subagio Sastrowardjojo menggunakan bahasa yang berbeda dari bahasa sehari-hari. Hal ini disebabkan bahasa sehari-hari belum cukup melukisakan apa yang dirasakannya.

Tapi kulitku hitam.
Dan sorga bukan tempatku berdiam.

Penyair memilih kata ‘bukan tempatku berdiam’ yang artinya sama dengan ‘aku tidak pantas di surga’. Tetapi penyair memilih kata-katanya dengan tepat. Dalam bait tersebut terpancar sikap dan rasa hormat penyair yang menghormati kaum kulit hitam. Selain itu pemilihan kata yang tepat oleh penyair dapat dilihat pada bait pertama.

Kristos pengasih putih wajah.
--kulihat dalam buku injil bergambar
dan arca-arca gereja dari marmer--
Orang putih bersorak: “Hosanah!”
Dan ramai berarak ke sorga

Penyair memilih kalimat ‘Kristos pengasih putih wajah’ bukan ‘Kristos menyayangi orang berwwajah putih. Dan juga, ‘Dan ramai berarak ke sorga’ seolah-olah hanya berwajah putih yang boleh masuk ke surga dan surga adalah milik mereka.

Selain itu, dalam puisi ‘Afrika Selatan’ pengarang juga mempergunakan kata- kata bahasa daerah. Misalnya dalam puisi tersebut kata sepur.

Mereka membuat rel dan sepur
hotel dan kapal terbang


b.      Majas

Majas yang digunakan penyair dalam puisi ‘Afrika Selatan’ tersebut bermacam-macam. Dalam tulisan ini diuraikan mengenai majas-majas yang digunakan dalam puisi Subagio Sastrowardjojo.

Di dalam puisi tersebut terdapat Majas Perbandingan atau Simile.

Tetapi isteriku terus berbiak
seperti rumput di pekarangan mereka
seperti lumut di tembok mereka
seperti cendawan di roti mereka.
Sebab bumi hitam milik kami
Tambang intan milik kami.
Gunung natal milik kami.

Selanjutnya, puisi ‘Afrika Selatan’ ini menggunakan Majas Metafora.

Tapi kulitku hitam.
Dan sorga bukan tempatku berdiam.
bumi hitam
iblis hitam
dosa hitam
Karena itu:
aku bumi lata
aku iblis laknat
aku dosa melekat
aku sampah di tengah jalan.

Dalam puisi Subagio tersebut, aku dipersamakan dengan bumi lata, iblis laknat, dosa melekat, dan sampah di tengah jalan.

c.       Citraan
Untuk memberikan gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana, untuk membuat lebih hidup dan menarik, dalam puisi penyair juga sering menggunakan gambaran angan. Gambaran angan dalam puisi ini disebut citraan (imagery).
Di dalam puisi ‘Afrika Selatan’ karya Subagio Sastrowardjojo, terdapat beberapa pencitraan. Diantaranya citraan penglihatan seperti dibawah ini.
Kristos pengasih putih wajah.
--kulihat dalam buku injil bergambar
dan arca-arca gereja dari marmer--

Tetapi isteriku terus berbiak
seperti rumput di pekarangan mereka
seperti lumut di tembok mereka
seperti cendawan di roti mereka.
Sebab bumi hitam milik kami
Tambang intan milik kami.
Gunung natal milik kami.

Selain itu, juga terdapat citraan pendengaran di dalam puisi tersebut.
Orang putih bersorak: “Hosanah!”
Dan ramai berarak ke sorga
                       
Terdapat juga citraan gerak dalam puisi ‘Afrika Selatan’ karya Subagio Sastrowardjojo.

            aku dosa melekat
aku sampah di tengah jalan.

Mereka membuat rel dan sepur
hotel dan kapal terbang
Mereka membuat sekolah dan kantorpos
gereja dan restoran.

Mereka boleh memburu
Mereka boleh membakar
Mereka boleh menembak

Selanjutnya, puisi merupakan ungkapan perasaan penyair. Untuk mengungkapkan perasaannya tersebut, penyair memilih dan menggunakan kata-kata tertentu untuk menggambarkan dan mewakili perasaannya itu. Hal tersebut, disebut dengan citraan perasaan. Di dalam puisi ‘Afrika Selatan’ penyair juga menuangkan perasaan yang dapat dilihat dalam bait-bait dibawah ini.

Tapi kulitku hitam.
Dan sorga bukan tempatku berdiam.
bumi hitam
iblis hitam
dosa hitam
Karena itu:
aku bumi lata
aku iblis laknat
aku dosa melekat
aku sampah di tengah jalan.


Tapi tidak buatku.
Tidak buatku.

Tetapi isteriku terus berbiak
seperti rumput di pekarangan mereka
seperti lumut di tembok mereka
seperti cendawan di roti mereka.
Sebab bumi hitam milik kami
Tambang intan milik kami.
Gunung natal milik kami.

Mereka boleh membunuh.
Mereka boleh membunuh.
Mereka boleh membunuh.
Sebab mereka kulit putih
dan kristos pengasih putih wajah.

d.      Tema

Puisi “Afrika Selatan” karya Subagio Sastrowardjojo diatas mengungkapkan tema tentang diskriminasi atau ketidakadilan. Pertama, diksi atau pemilihan kata dalam puisi tersebut sangat kental terhadap diskriminasi kaum kulit putih terhadap bangsa Afrika Selatan yang berkulit hitam. Kata-kata yang mendukung tema, misalnya: Tapi, Tidak, Diam, Berdiam, Sampah. Hal itu juga terlihat pada bait 3 dan 4.

Mereka membuat rel dan sepur
hotel dan kapal terbang
Mereka membuat sekolah dan kantorpos
gereja dan restoran.

Tapi tidak buatku.
Tidak buatku.

Pada bait itu dapat dilihat diskriminasi orang kulit putih yang membawa ajaran agama Kristen atau katholik, ajaran cinta kasih Yesus Kristus. Tetapi mereka bangsa kulit putih yang menduduki Afrika Selatan dan menguasai pertambangan mereka tetapi orang kulit putih bertindak semena-mena terhadap mereka. Dapat dilihat pada bait ke- 6.

Mereka boleh memburu
Mereka boleh membakar
Mereka boleh menembak

e.       Amanat

Amanat yang ingin disampaikan sang penyair pada puisi ‘Afrika Selatan’ karya Subagio Sastrowardjojo yaitu terhadap sesama mahluk ciptaan Tuhan YME di dunia ini kita sama sekali tidak diperkenankan untuk bertindak semena-mena. Kita seharusnya menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia yang pada hakekatnya milik semua manusia di muka bumi ini tanpa terkecuali. Tidak melakukan diskriminasi terhadap golongan, ras, warna kulit, dan agama tertentu. Karena pada dasarnya semua mahluk hidup di dunia ini adalah sama.

f.       Jenis Puisi



2.      Analisis Puisi ‘Tapi’ Karya Sutardji Calzoum Bachri

TAPI

Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri

aku bawakan bunga padamu
                                       tapi kau bilang masih
aku bawakan resah padamu
                                       tapi kau bilang hanya
aku bawakan darahku padamu
                                       tapi kau bilang cuma
aku bawakan mimpiku padamu
                                       tapi kau bilang meski
aku bawakan dukaku padamu
                                       tapi kau bilang tapi
aku bawakan mayatku padamu
                                       tapi kau bilang hampir
aku bawakan arwahku padamu
                                       tapi kau bilang kalau
tanpa apa aku datang padamu
                                       wah!


O AMUK KAPAK, 1981 

·         Analisis Unsur Intrinsik

a.      Diksi

Dalam puisi “Tapi” karya Sutardji Calzoum Bachri, penyair menggunakan bahasa sehari-hari yang memberi efek gaya yang realistis.
Si aku dalam puisi tersebut adalah manusia dan si kau adalah Tuhan YME. “Aku bawakan bunga padamu” dapat ditafsirkan kata bunga adalah sesuatu yang indah, yang menyenangkan. “Aku bawakan resah padamu” dapat ditafsirkan kata resah dalam puisi tersebut adalah kegelisahan, perasaan tak tenang. Selanjutnya, “Aku bawakan arwahku padamu”, kata arwah berarti menyerahkan diri dan hidupnya. “tanpa apa aku datang padamu”, maksudnya nyawa pun telah si aku berikan, lalu apa lagi yang harus si aku berikan.“wah!” dapat ditafsirkan seolah-olah Tuhan YME berkata: keterlaluan, tak tahu terima kasih, dan sebagainya.
b.      Majas

Majas yang digunakan dalam puisi “Tapi” adalah Majas Metonimia. Metonimia dalam bahasa Indonesia sering disebut kiasan pengganti nama. Dalam puisi tersebut si aku adalah manusia dan si kau adalah seumpama Tuhan YME.

aku bawakan bunga padamu
                                                tapi kau bilang masih

c.       Citraan
Untuk memberikan gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana, untuk membuat lebih hidup dan menarik, dalam puisi penyair juga sering menggunakan gambaran angan. Gambaran angan dalam puisi ini disebut citraan (imagery).
Di dalam puisi ‘Tapi’ karya Sutardji Calzoum Bachri, terdapat beberapa pencitraan. Diantaranya adalah citraan gerak.
aku bawakan bunga padamu
                                                tapi kau bilang masih
aku bawakan resah padamu
                                                tapi kau bilang hanya
aku bawakan darahku padamu
                                                tapi kau bilang cuma
aku bawakan mimpiku padamu
                                                tapi kau bilang meski
aku bawakan dukaku padamu
                                                tapi kau bilang tapi
aku bawakan mayatku padamu
                                                tapi kau bilang hampir
aku bawakan arwahku padamu
                                                tapi kau bilang kalau
tanpa apa aku datang padamu
                                                wah!

Selain itu, juga terdapat citraan pendengaran di dalam puisi tersebut.
            aku bawakan bunga padamu
                                                tapi kau bilang masih
aku bawakan resah padamu
                                                tapi kau bilang hanya
aku bawakan darahku padamu
                                                tapi kau bilang cuma
aku bawakan mimpiku padamu
                                                tapi kau bilang meski
aku bawakan dukaku padamu
                                                tapi kau bilang tapi
aku bawakan mayatku padamu
                                                tapi kau bilang hampir
aku bawakan arwahku padamu
                                                tapi kau bilang kalau
tanpa apa aku datang padamu
                                                wah!

Selanjutnya, Puisi merupakan ungkapan perasaan penyair. Untuk mengungkapkan perasaannya tersebut, penyair memilih dan menggunakan kata-kata tertentu untuk menggambarkan dan mewakili perasaannya itu. Hal tersebut, disebut dengan citraan perasaan. Di dalam puisi ‘Tapi’ penyair juga menuangkan perasaan yang dapat dilihat dalam bait dibawah ini.

aku bawakan arwahku padamu
                                                tapi kau bilang kalau
tanpa apa aku datang padamu
                                                wah!

Kata “wah!” dalam puisi “Tapi” tersebut seolah-olah adalah penyair ingin memberikan gambaran kekecewaan Tuhan terhadap manusia, yang merasa apa yang ada pada diri manusia adalah milik manusia seutuhnya. Padahal, pada akhirnya itu akan kembali kepada Tuhan YME.

d.      Tema

Puisi “Tapi” karya Sutardji Calzoum Bachri” diatas mengungkapkan tema tentang semua milik Tuhan. Si aku dalam puisi tersebut mewakilkan manusia dan si kau adalah Tuhan YME. Di lihat dari tipografi puisi “Tapi” tersebut yang barisnya anjlok dan menjorok ke dalam seolah menggambarkan bahwa apa yang dimiliki si manusia tidak ada apa-apanya dalam pandangan Tuhan YME. Karena pada hakekatnya semuanya adalah milik Tuhan YME. Selain itu, dengan adanya pemisahan antara baris “aku” dan “kau”, seolah menggambarkan antara manusia dan Tuhan tidak pernah sejajar.

e.       Amanat

Amanat yang ingin disampaikan sang penyair pada puisi ‘Tapi’ karya seluruh yang kita miliki adalah milik Tuhan YME semata. Aku dalam puisi tersebut adalah manusia dan kau adalah Tuhan. “Aku bawakan bunga padamu”, dapat ditafsirkan: aku bawakan sesuatu yang indah, yang menyenangkan—tapi kau bilang masih: belum cukup. “Aku bawakan resah padamu”: aku datang padamu dengan kegelisahan, perasaan tak tenang—tapi kau bilang hanya seperti itu tidak cukup, tidak ada artinya. “Aku bawakan darahku padamu”: si aku datang menyerahkan diri dan hidupnya—itu pun tidak berarti bagi si kau. Segala apapun yang yang dibawa atau diberikan si aku kepada si kau belum cukup, belum sempurna, seperti yang diharapkan si kau. Lebih-lebih si aku datang tanpa membawa apa-apa, maka jawab si kau: “wah!” keterlaluan, tak tahu terima kasih, dan sebagainya. Jadi, si aku datang dengan membawa apa pun belum cukup. Dalam puisi ini, penyair ingin menyampaikan janganlah merasa apapun seolah-olah itu milik manusia karena semua itu adalah milik Tuhan YME.

f.       Jenis Puisi

  1. Analisis Puisi ‘Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia’ Karya W.S. Rendra

SAJAK BULAN MEI 1998 DI INDONESIA
Oleh :
W.S. RENDRA
Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja.
Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan.
Amarah merajalela tanpa alamat.
Ketakutan muncul dari sampah kehidupan.
Pikiran kusut membentuk simpul-simpul sejarah.
O, jaman edan !
O, malam kelam pikiran insan !
Koyak-moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan.
Kitab undang-undang tergeletak di selokan
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan.
O, tatawarna fatamorgana kekuasaan !
O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja !
Dari sejak jaman Ibrahim dan Musa
Allah selalu mengingatkan
bahwa hukum harus lebih tinggi
dari keinginan para politisi, raja-raja, dan tentara.
O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan !
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur !
Berhentilah mencari ratu adil !
Ratu adil itu tidak ada. Ratu adil itu tipu daya !
Apa yang harus kita tegakkan bersama
adalah Hukum Adil.
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara.
Bau anyir darah yang kini memenuhi udara
menjadi saksi yang akan berkata :
Apabila pemerintah sudah menjarah Daulat Rakyat,
apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa,
apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan,
maka rakyat yang tertekan akan mencontoh penguasa,
lalu menjadi penjarah di pasar dan jalan raya.
Wahai, penguasa dunia yang fana !
Wahai, jiwa yang tertenung sihir tahta !
Apakah masih buta dan tuli di dalam hati ?
Apakah masih akan menipu diri sendiri ?
Apabila saran akal sehat kamu remehkan
berarti pintu untuk pikiran-pikiran gelap
yang akan muncul dari sudut-sudut gelap
telah kamu bukakan !
Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi
Air mata mengalir dari sajakku ini.
                                      
Sajak ini dibuat di Jakarta pada 17 Mei 1998 dan dibacakan Rendra di DPR
·         Analisis Unsur Intrinsik



a.      Diksi
Dalam puisinya ‘Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia’, W.S. Rendra terdapat beberapa kata istilah-istilah asing dan bahasa sehari-hari. Misalnya pada bait dibawah ini.
O, tatawarna fatamorgana kekuasaan !
Lalu bahasa sehari-hari yang lazim digunakan dalam percakapan keseharian masyarakat Indonesia. Misalnya :
O, jaman edan !
Kitab undang-undang tergeletak di selokan
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan.
Selain itu, dalam puisi tersebut terdapat pula beberapa kata yang jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Koyak-moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan.
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan.
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur !
apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa,
Wahai, jiwa yang tertenung sihir tahta !
b.      Majas
Terdapat beberapa majas yang digunakan dalam puisi karya W.S. Rendra yang berjudul ‘Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia’. Diantaranya yaitu majas metafora. Seperti dibawah ini.

Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan.
Dalam sajak tersebut kepastian hidup dipersamakan dengan terhuyung-huyung dalam comberan.
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara.
Di dalam sajak karya W.S. Rendra tersebut hukum adil dipersamakan dengan bintang pedoman di dalam prahara.

Selain majas metafora, juga terdapat majas personifikasi dalam ‘Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia’ tersebut.
Ketakutan muncul dari sampah kehidupan.
Pikiran kusut membentuk simpul-simpul sejarah.
O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan !
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur !

Bau anyir darah yang kini memenuhi udara
menjadi saksi yang akan berkata

c.       Citraan
Dalam puisi ‘Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia’ karya W.S. Rendra tersebut, terdapat beberapa pencitraan. Diantaranya adalah citraan gerak.
Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja.
Pikiran kusut membentuk simpul-simpul sejarah.
Berhentilah mencari ratu adil !
Apabila pemerintah sudah menjarah Daulat Rakyat,
apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa,
apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan,
Air mata mengalir dari sajakku ini.

Selain itu terdapat pula citraan pendengaran.
Bau anyir darah yag kini memenuhi udara
menjadi saksi yang akan berkata :

Terdapat pula citraan perasaan dalam puisi tersebut. Di bawah ini beberapa contohnya.
Amarah merajalela tanpa alamat.
Ketakutan muncul dari sampah kehidupan.
Pikiran kusut membentuk simpul-simpul sejarah.
Koyak-moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan.
O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan !
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur !
Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi
Air mata mengalir dari sajakku ini.

Selain itu, dalam puisi W.S. Rendra ini, juga terdapat citraan intelektual.
O, jaman edan !
Kitab undang-undang tergeletak di selokan
O, tatawarna fatamorgana kekuasaan !
Ratu adil itu tidak ada. Ratu adil itu tipu daya !
Apa yang harus kita tegakkan bersama
adalah Hukum Adil.
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara.


d.      Tema
Terlihat dari judul puisi W.S. Rendra ‘Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia’ penyair mengangkat tema tentang peristiwa berdarah 13 tahun silam tersebut. Di dalam setiap bait puisi sangat terlihat jelas pemilihan kata-katanya bernada sindiran terhadap sikap pemerintah dan aparat yang berwenang dalam menghadapi peristiwa tersebut.

e.       Amanat
Sesungguhnya yang ingin disampaikan W.S. Rendra dalam sajaknya ‘Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia’ adalah sindiran dan perasaan miris terhadap kejadian pada bulan Mei 1998 yang menelan banyak korban ketika peristiwa itu terjadi. Di dalam puisinya, penyair ingin menuntut ketidakadilan yang perlu ditegakkan dalam kejadian yang menggemparkan tersebut. Terlebih terhadap aparat keamanan yang telah bertindak sewenang-wenang menghilangkan nyawa beberapa mahasiswa yang menjadi korban dalam peristiwa 13 tahun silam tersebut. Juga terhadap sikap pemerintah yang seolah angkat tangan dan bersikap tidak tegas terhadap kasus tersebut.
f.       Jenis Puisi


4.      Analisis Puisi ‘Air Selokan’ Karya Sapardi Djoko Damono
AIR SELOKAN
Oleh :
Sapardi Djoko Damono
"Air yang di selokan itu mengalir dari rumah sakit," katamu pada suatu hari minggu pagi. Waktu itu kau berjalan-jalan bersama istrimu yang sedang mengandung -- ia hampir muntah karena bau sengit itu.
Dulu di selokan itu mengalir pula air yang digunakan untuk memandikanmu waktu kau lahir: campur darah dan amis baunya.
Kabarnya tadi sore mereka sibuk memandikan mayat di kamar mati.
*
Senja ini ketika dua orang anak sedang berak di tepi selokan itu, salah seorang tiba-tiba berdiri dan menuding sesuatu: "Hore, ada nyawa lagi terapung-apung di air itu -- alangkah indahnya!" Tetapi kau tak mungkin lagi menyaksikan yang berkilau-kilauan hanyut di permukaan air yang anyir baunya itu, sayang sekali.
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
·         Analisis Unsur Intrinsik

a.      Diksi
b.      Majas
c.       Citraan
d.      Tema
e.       Amanat
f.       Jenis Puisi

2 komentar: